
WHO Sarankan Hindari Pemanis Non-Gula, Termasuk Stevia
admin
- 0
Sahabat Sehat, baru-baru ini WHO menerbitkan guideline tentang pemanis non-gula serta menyarankan untuk menghindari konsumsi gula alternatif tersebut. Terdapat risiko yang ditimbulkan jika mengonsumsinya dalam jangka panjang.
Hal ini mengubah sudut pandang gula rendah atau non kalori sebagai “gula sehat”, salah satunya yaitu pemanis stevia yang selama ini kamu kenal. Kira-kira apa saja risiko yang mungkin terjadi? Yuk, simak penjelasan berikut ini!
Risiko kesehatan jangka panjang
Masyarakat biasanya menggunakan pemanis non-gula atau Non-Sugar Sweeteners (NSS) sebagai pengganti gula harian (free sugars) karena mengandung rendah atau tanpa kalori. Tujuannya, pemanis non-gula mampu mengurangi berat badan dalam rangka diet.

World Health Organization (WHO) menyarankan masyarakat untuk menghindari penggunaan pemanis non-gula. Menurut studi yang telah diterbitkan, pemanis non-gula terbukti tidak memengaruhi penurunan masa lemak tubuh, serta mampu meningkatkan risiko diabetes tipe 2, penyakit jantung, dan kematian dini.
WHO menyarankan untuk mengonsumsi gula alami yang terdapat pada pangan, seperti buah-buahan, dibandingkan pemanis non-gula. Saran WHO untuk menghindari pemanis non-gula ini berlaku untuk semua orang, kecuali penderita diabetes.
Meskipun demikian, bukan berarti kamu bisa kembali meningkatkan konsumsi gula harian. Penggunaan gula harian yang berlebih tetap tidak disarankan karena meningkatkan 40% risiko obesitas dan kegemukan, serta Penyakit Tidak Menular (PTM). Menurut Kementerian Kesehatan RI, aturan penggunaan gula, yaitu maksimal 4 sendok makan atau 54 gram per hari.
Apa saja jenisnya?
Pemanis non-gula terdiri dari acesulfame K, aspartame, adventame, siklamat, neotame, sakarin, sukralosa, stevia, serta stevia dan turunannya. Pemanis jenis ini biasanya ditemukan di makanan atau minuman kemasan. Gula stevia merupakan pengganti gula harian rendah atau nol kalori yang cukup populer dan sering dikonsumsi masyarakat dengan tingkat kemanisan 100-400 kali lebih banyak dibanding gula biasa.

Pada tahun 2015, WHO menyarankan konsumsi gula harian kurang dari 10% dari total energi harian, sehingga meningkatkan tren konsumsi gula alternatif, seperti pemanis non-gula. Selain itu, pemanis non-gula juga terdapat pada produk kebersihan, seperti pasta gigi, serta obat-obatan. Namun, kategori tersebut bukan dalam daftar produk pemanis non-gula yang dihindari.
Fakta konsumsi makanan dan minuman manis di Indonesia
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, tingkat konsumsi makanan manis masyarakat Indonesia dibandingkan jenis makanan lainnya yaitu sebesar 87,9%, sedangkan tingkat konsumsi minuman manis sebesar 91,49%. Hal ini patut menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat Indonesia, sebab angka konsumsi makanan dan minuman manis ini tergolong sangat tinggi.
Saran WHO mengenai konsumsi pemanis non-gula semata-mata agar masyarakat dunia mampu menjalani hidup sehat dan mencapai angka harapan hidup lebih tinggi. Tentunya saran ini bergantung pada kebijakan yang nanti akan diambil setiap negara, termasuk Indonesia. Jangan lupa bagikan informasi ini ke orang-orang sekitar kamu, ya!
Editor & Proofreader: Zafira Raharjanti, STP
Referensi
WHO. 2023. WHO Advises Not to Use Non-Sugar Sweeteners for Weight Control in Newly Released Guideline. who.int. Diakses 18 Mei 2023.
UN News. 2023. WHO Advises Against Use of Artificial Sweeteners. news.un.org. Diakses 18 Mei 2023.
WHO. 2022. Online Public Consultation: Draft Guideline on Use of Non-Sugar Sweeteners. who.int. Diakses 18 Mei 2023.
Kemenkes RI. 2019. Batasi Gula, Garam, Lemak. kemkes.go.id. Diakses 18 Mei 2023.
CNN Health. 2023. Don’t use sugar substitutes for weight loss, World Health Organization advises. edition.cnn.com. Diakses 18 Mei 2023.
About the Author
Mega Kurniawati
Nutritionist, Health Writer and Editor